Pernah dengar Kota Cepu?
Mungkin kalo Anda mengikuti berita tentang energi, anda familiar dengan Blok Cepu.
Padahal Blok Cepu itu lokasinya bukan di Kota Cepu.
Cepu adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Berbatasan dengan Kecamatan Kedungtuban di Barat, Kecamatan Sambong di Utara, dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur di Selatan dan Timur.
Kegiatan di Cepu sangat beragam. Kita dikasih banyak sekali materi disana. Saya sampai lupa ada berapa materi yang masuk ke kepala kita. Ada satu materi yang ingin saya bagi: Pola Pikir.
Pertama melihat judul materi ini, saya pikir, WOW, bakal menarik nih...
Saya ingin tahu, bagaimana instansi saya ini mendeskripsikan pola pikir ideal pegawai di lingkungannya.
Walaupun saya gak yakin juga apakah saya bisa menyesuaikan pola pikir yang sudah saya bangun selama ini dengan pola pikir ideal versi instansi saya.
Ketidakyakinan saya mungkin sama kayak ketidakyakinan rakyat Kosta Rika apakah tim nasional mereka bisa lolos ke babak selanjutnya, setelah tahu mereka satu grup dengan 3 Juara Piala Dunia di Brasil 2014.
Mungkin kalo Anda mengikuti berita tentang energi, anda familiar dengan Blok Cepu.
Padahal Blok Cepu itu lokasinya bukan di Kota Cepu.
Cepu adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Berbatasan dengan Kecamatan Kedungtuban di Barat, Kecamatan Sambong di Utara, dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur di Selatan dan Timur.
Kegiatan di Cepu sangat beragam. Kita dikasih banyak sekali materi disana. Saya sampai lupa ada berapa materi yang masuk ke kepala kita. Ada satu materi yang ingin saya bagi: Pola Pikir.
Pertama melihat judul materi ini, saya pikir, WOW, bakal menarik nih...
Saya ingin tahu, bagaimana instansi saya ini mendeskripsikan pola pikir ideal pegawai di lingkungannya.
Walaupun saya gak yakin juga apakah saya bisa menyesuaikan pola pikir yang sudah saya bangun selama ini dengan pola pikir ideal versi instansi saya.
Ketidakyakinan saya mungkin sama kayak ketidakyakinan rakyat Kosta Rika apakah tim nasional mereka bisa lolos ke babak selanjutnya, setelah tahu mereka satu grup dengan 3 Juara Piala Dunia di Brasil 2014.
Mereka lolos -kejutan terbesar di Brasil 2014 sampai hari ini (27 Juni 2014)- dengan status juara grup. Berbeda dengan mereka, ketidakyakinan saya terbukti. Dengan segala keterbatasan yang saya miliki, sepertinya saya tidak dapat menyesuaikan pola pikir saya. Dan itu tidak mengejutkan.
Pertanyaan besar masih tersimpan dalam otak saya. Pertanyaan yang tidak jadi saya utarakan di kelas 6 minggu yang lalu:
Kapan waktu ideal membentuk pola pikir seseorang?
Mungkin anda akan mengklasifikasikan saya sebagai orang yang pesimistis setelah anda membaca tulisan saya dibawah. Yang jelas menurut saya, membentuk pola pikir seseorang pada umur pertengahan 20-an, atau pada saat mereka lulus kuliah adalah suatu keterlambatan. Kenapa?
Karena pada fase ini, bagi orang kebanyakan, mereka sudah banyak menyerap informasi dari lingkungan sekitar dan juga telah mengalami berbagai kondisi dan situasi yang heterogen. Inilah yang secara disadari ataupun tidak telah membangun pola pikir mereka (dan kita semua).
Manusia dapat diibaratkan sebagai sebuah pohon. Semakin tua, akan semakin sulit membengkokkan batangnya. Semakin dipaksa, malah akan membuat si pohon itu patah. Waktu yang tepat untuk "mengarahkan" pertumbuhannya adalah pada saat si pohon itu masih kecil dan lugu.
Asosiasi yang logis kan?
Manusia akan semakin kaku seiring dengan pertambahan usianya. Begitu pula dengan pola pikirnya. Dan, diambil dari pengalaman pribadi, memang ini yang terjadi dari sebagian besar "orang tua" yang saya kenal.
Kembali ke kalimat bold diatas. Setelah bolak-balik Pusdiklat-Wisma-Pusdiklat-Wisma-Lapangan Futsal-Wisma-Pusdiklat, maka jawaban versi saya pribadi adalah saat kita semua menyandang status sebagai mahasiswa S1. Itulah fase terideal dalam membentuk pola pikir seseorang.
Perjalanan rutin tiap pagi kita dari Wisma menuju Pusdiklat tidak sembarangan. Kita harus berbaris yang rapi 3 banjar, sesuai ketinggian, lalu berjalan sambil bernyanyi dan bertepuk tangan. Apakah hal ini kita lakukan semua?
Tidak boy. Seperti kebanyakan hal ideal di dunia ini yang tidak terjadi. Seperti tidak lolosnya Inggris, Italia, dan Spanyol ke babak 16-besar di Brasil 2014. Begitupun dengan hal ini.
Tidak semua dari kita yang bernyanyi secara konsisten.
Tidak semua dari kita yang menyamakan ayunan langkahnya dengan kawan didepannya.
Tidak semua dari kita yang berbaris menyesuaikan tinggi badan.
Tidak semua dari kita yang menggerakkan tangannya dengan sigap ketika sang komandan pasukan berteriak "Lencang Kanan, Grak!!!"
Tidak semua. Dan saya sama sekali, sama sekali tidak kaget hal ini yang terjadi.
Ah, saya gak mau jadi orang munafik. Saya pun pernah tidak bernyanyi. Jujur. Pengakuan.
Fenomena menarik ini saya benturkan dengan materi Pola Pikir ini. Mungkin situasi ini terjadi karena memang pola pikir kita semua sudah terbentuk, dan kita pun sudah memasuki fase dimana pola pikir tersebut sulit diubah.
Selain perilaku pada saat baris-berbaris tersebut, pola pikir seseorang akan muncul dan terlihat di kegiatan sehari-hari di kelas. Cara dia berdiskusi, keaktifan dia, ketajaman analisis saat menyelesaikan masalah, hubungan dengan sesama teman di kelas.
Semua menjadi cermin dari apa yang ada dan kita pikirkan di dalam kepala kita.
Sebagai instansi yang besar dan vital di Negara kita tercinta ini (saya berusaha tidak menyebutkan instansi tempat saya bernaung...hehehe), penilaian kualitas si calon pegawai tidak hanya dari kemampuan intelektualnya namun dari pola pikir, sikap, dan kemampuan adaptasi -mengikuti arus, tanpa terbawa arus- menjadi sangat penting karena pada fase ini akan sulit untuk "membentuk" seseorang.
Semoga barisan kita semakin solid.
Semua bernyanyi dengan kompak
Semua bertepuk tangan dengan nada yang sama
Semua meluruskan barisannya, selurus-lurusnya
Semua patuh pada Komandan -selama Komandan tersebut patuh pada aturan-
Semua mulai melangkah dengan kaki yang sama, bergerak dengan derap yang seirama.
Seperti ketika tim nasional Kosta Rika tidak memedulikan prediksi orang-orang tentang tim mereka. Ketika mereka berjuang dengan sangat heroik membungkam Uruguay dan Italia, serta menahan Inggris di tanah Samba.
Tidak mungkin itu dilakukan dengan pola pikir yang salah dan keliru.
-------------------------
Cimahi, 20140627
23:13 WIB (UTC +7)
Pertanyaan besar masih tersimpan dalam otak saya. Pertanyaan yang tidak jadi saya utarakan di kelas 6 minggu yang lalu:
Kapan waktu ideal membentuk pola pikir seseorang?
Mungkin anda akan mengklasifikasikan saya sebagai orang yang pesimistis setelah anda membaca tulisan saya dibawah. Yang jelas menurut saya, membentuk pola pikir seseorang pada umur pertengahan 20-an, atau pada saat mereka lulus kuliah adalah suatu keterlambatan. Kenapa?
Karena pada fase ini, bagi orang kebanyakan, mereka sudah banyak menyerap informasi dari lingkungan sekitar dan juga telah mengalami berbagai kondisi dan situasi yang heterogen. Inilah yang secara disadari ataupun tidak telah membangun pola pikir mereka (dan kita semua).
Manusia dapat diibaratkan sebagai sebuah pohon. Semakin tua, akan semakin sulit membengkokkan batangnya. Semakin dipaksa, malah akan membuat si pohon itu patah. Waktu yang tepat untuk "mengarahkan" pertumbuhannya adalah pada saat si pohon itu masih kecil dan lugu.
Asosiasi yang logis kan?
Manusia akan semakin kaku seiring dengan pertambahan usianya. Begitu pula dengan pola pikirnya. Dan, diambil dari pengalaman pribadi, memang ini yang terjadi dari sebagian besar "orang tua" yang saya kenal.
Kembali ke kalimat bold diatas. Setelah bolak-balik Pusdiklat-Wisma-Pusdiklat-Wisma-Lapangan Futsal-Wisma-Pusdiklat, maka jawaban versi saya pribadi adalah saat kita semua menyandang status sebagai mahasiswa S1. Itulah fase terideal dalam membentuk pola pikir seseorang.
Perjalanan rutin tiap pagi kita dari Wisma menuju Pusdiklat tidak sembarangan. Kita harus berbaris yang rapi 3 banjar, sesuai ketinggian, lalu berjalan sambil bernyanyi dan bertepuk tangan. Apakah hal ini kita lakukan semua?
Tidak boy. Seperti kebanyakan hal ideal di dunia ini yang tidak terjadi. Seperti tidak lolosnya Inggris, Italia, dan Spanyol ke babak 16-besar di Brasil 2014. Begitupun dengan hal ini.
Tidak semua dari kita yang bernyanyi secara konsisten.
Tidak semua dari kita yang menyamakan ayunan langkahnya dengan kawan didepannya.
Tidak semua dari kita yang berbaris menyesuaikan tinggi badan.
Tidak semua dari kita yang menggerakkan tangannya dengan sigap ketika sang komandan pasukan berteriak "Lencang Kanan, Grak!!!"
Tidak semua. Dan saya sama sekali, sama sekali tidak kaget hal ini yang terjadi.
Ah, saya gak mau jadi orang munafik. Saya pun pernah tidak bernyanyi. Jujur. Pengakuan.
Fenomena menarik ini saya benturkan dengan materi Pola Pikir ini. Mungkin situasi ini terjadi karena memang pola pikir kita semua sudah terbentuk, dan kita pun sudah memasuki fase dimana pola pikir tersebut sulit diubah.
Selain perilaku pada saat baris-berbaris tersebut, pola pikir seseorang akan muncul dan terlihat di kegiatan sehari-hari di kelas. Cara dia berdiskusi, keaktifan dia, ketajaman analisis saat menyelesaikan masalah, hubungan dengan sesama teman di kelas.
Semua menjadi cermin dari apa yang ada dan kita pikirkan di dalam kepala kita.
Sebagai instansi yang besar dan vital di Negara kita tercinta ini (saya berusaha tidak menyebutkan instansi tempat saya bernaung...hehehe), penilaian kualitas si calon pegawai tidak hanya dari kemampuan intelektualnya namun dari pola pikir, sikap, dan kemampuan adaptasi -mengikuti arus, tanpa terbawa arus- menjadi sangat penting karena pada fase ini akan sulit untuk "membentuk" seseorang.
Semoga barisan kita semakin solid.
Semua bernyanyi dengan kompak
Semua bertepuk tangan dengan nada yang sama
Semua meluruskan barisannya, selurus-lurusnya
Semua patuh pada Komandan -selama Komandan tersebut patuh pada aturan-
Semua mulai melangkah dengan kaki yang sama, bergerak dengan derap yang seirama.
Seperti ketika tim nasional Kosta Rika tidak memedulikan prediksi orang-orang tentang tim mereka. Ketika mereka berjuang dengan sangat heroik membungkam Uruguay dan Italia, serta menahan Inggris di tanah Samba.
Tidak mungkin itu dilakukan dengan pola pikir yang salah dan keliru.
-------------------------
Cimahi, 20140627
23:13 WIB (UTC +7)